Jan 27, 2013

Menunda Bermimpi


“Barangsiapa yang bangun pagi dalam keadaan AMAN jiwanya, SEHAT badannya dan disampingnya ADA MAKANAN hari itu, maka seakan-akan dunia ini telah dikumpulkan baginya.” (Al-Hadits)

Hadits ini saya baca pertama kali di sebuah majalah, lupa lengkapnya, namun dibantu google bertemu juga di situs lain. Hanya saja sampai saat ini saya belum tahu sanad dan matan hadist ini, punya info ?

Jika Anda punya simpanan uang sejumlah biaya hidup wajar untuk 6 atau 12 bulan ke depan, apakah Anda siap berhenti menjadi pegawai dan menumpukan 100% waktu dan pikiran utk berwirausaha ?

Dulu saya rasa itu mungkin, tapi hingga sekarang belum juga terjalani.

Apa karena tak punya nyali untuk meninggalkan ruang nyaman atau karena memang belum ada persiapan ke sana ?
Memang kebiasaan menunda itu tak baik.
Menunda bermimpi, merencanakan mau usaha apa, buat rencana bisnis dll.
Atau krn masih berfikir simpanan di atas masih SANGAT kurang utk masa depan anak-anak, untuk punya rumah yg lebih besar lagi, untuk berhenti pakai busway dan setir mobil pribadi, atau hanya *maaf* gengsi krn tak punya rutinitas 9to5.

Apa karena banyak orang tak punya DNA sebagai pewirausaha ?

Tak heran jika jumlah pengusaha di Indonesia sangat kecil sekali jumlahnya.
Bahkan menjadi anggota partai pun dianggap sebuah pekerjaan.

Survei menabung di kalangan pekerja di Singapura

Di sisi lain sebagai seorang muslim ada alternatif lain bila belum mampu berwirausaha.

Bersedeqah istiqamah dan maksimum !

Zakat adalah kewajiban dan sudah jelas hitungannya. Namun sedeqah bebas mau berapa saja. Apalagi kalau ikut kuliah ustadz YM :-) Yakin dgn janji (balasan berlipat ganda) 10x atau 700x dari Allah Swt. Tak pernah memikirkan bagaimana caranya balasan itu sampai kembali pada nya. Tak banyak pertimbangan sebelum eksekusi. Berani bersedeqah satu bulan atau setahun dari sisa gaji setelah dikurangi biaya hidup atau gaji utuh he..he.. Seterusnya iman (tawakkal) bersabar akan tibanya janji Allah tsb, itupun kalau memang Anda mau menunggu, namun yg terbaik tentunya ikhlas. Kita tak pernah tahu kuasa Allah dalam membayar janji Nya.


>>> Update 2013.02.21 <<<
Ada HR Tirmidzi yg mirip dengan hadits yang saya kutip di atas. (Sumber: M Taufik NT blog)

مَنْ أَصْبَحَ مِنْكُمْ آمِنًا فِي سِرْبِهِ مُعَافًى فِي جَسَدِهِ عِنْدَهُ قُوتُ يَوْمِهِ فَكَأَنَّمَا حِيزَتْ لَهُ الدُّنْيَا

“Barangsiapa yang bangun pagi dalam keadaan aman jiwanya, sehat badannya dan disampingnya ada makanan hari itu, maka seakan-akan dunia ini telah dikumpulkan baginya.” (HR. at Tirmidzi dan Ibnu Majah dengan sanad hasan).

Jan 22, 2013

Kuasa Silaturahim


Minggu sebelumnya Jakarta lumpuh oleh ulah banjir. Mulai Sabtu kemarin Singapura pula terkena imbas monsoon, diguyur hujan tak henti sejak jam 3 subuh. Udara dingin, angin bertiup kencang, diiringi hujan yg cukup lebat membuat rumah adalah tempat perlindungan paling nyaman dan hangat. Namun jika perut lapar atau stok persediaan konsumsi sudah habis memang harus keluar rumah juga :-) Perlu ditunggu saat-saat hujan lebat tadi jeda, minimal gerimis rapat, krn masih bisa diantisipasi dengan payung.

Situasi ini terus berlanjut hingga hari Minggu. Padahal weekend kemarin itu jadwal kami cukup padat. Sabtu siang ada rapat exco urang awak, sorenya ada makan bajamba tahunan di utara, dan Minggu pagi ada Saung Istiqamah KBRI. Berat hati rasanya untuk hadir di tiga acara tsb, terutama yg disebut dua terakhir krn Mama dan (tentunya) DuoS ingin ikut.

Kuat perasaan untuk hadir krn nilai silaturahim. Sudah lama tak bertemu muka, salam berjabat tangan, dan bertukar berita ala ngobrol di darat dengan kawan-kawan. Apalagi ini sesi perdana di bulan pertama pula. Audiens di kedua tempat memang berbeda dan tak semuanya bisa disapa di FB :-) Sebelum pergi rapat exco Sabtu siang itu saya berpesan pada istri, kalau hujan berhenti kita pergi makan bajamba, siapkan saja anak-anak.

Namun hingga Sabtu jam 16:30 itu saya masih stuck di rapat exco, hujan pun rapat di luar, padahal undangan makan bajamba juga dimulai pada waktu yg sama. Akhirnya baru dapat pulang sudah jam 5 lewat, alhamdulillah uni Yenny mau mengantar hingga bawah blok. Hujan masih rapat meski tak deras. Di rumah sedang ramai, beneran rupanya si kembar sudah duduk cantik dan ganteng, pakai baju rapi untuk dibawa jalan he..he.. pantesan sudah gelisah saja tak mau disuruh bobok oleh mamanya. Saya shalat Ashar sementara kembar bermain di ruang tamu hingga 17:30. Kami putuskan berangkat sore itu meski sudah telat berat dan gerimis masih ada.

Makan Bajamba 2013
Usai shalat telpon taksi, lamaaa banget belum dapat-dapat, Shalih rewel pula maunya digendong. Takut ditinggal mungkin :-) Baby stroller standby di koridor. Nggak bisa terlalu lama menunggu lagi, tadinya saya pikir bisa berangkat segera. Sudah lah kami akan tunggu taksi yg lewat di jalan saja. Alhamdulillah masuk juga SMS yg mengatakan ada taksi yg menjawab orderan kami. Sebuat Limo Taxi (Mercedes Benz) putih. Langsung tancap gas 30 km lebih ke utara menembus gerimis. Sempat khawatir ada macet di sekitar Eunos, oh rupanya ada mobil mogok pula di bahu jalan :-( Selebihnya lancar, rezeki dapat taksi tangguh dan supir "berani" yg sudah tahu jalan begini. Setengah jam kemudian kami tiba disambut teman-teman yg tampak puas melahap jamba-jamba mereka hampir licin.



Kuasa silaturahim !
Kangen-kangenan terobati, perut kenyang, si kembar pun senang bisa jalan-jalan melihat suasana baru sore dan malam itu.

Pulangnya masih gerimis namun alhamdulillah taksi pun mudah didapat. Kali ini sebuah Hyundai hatchback silver baru. Lancar jaya menuju rumah meski kami lihat di jalur berlawanan antrian mengular sepanjang lebih 5KM.

****

Minggu 20.01 SI Perdana Sesi-IV / 2013

Ini acara favorit bulanan. Sebelum Elwis hamil berat hingga kembar beranjak besar tinggallah saya sendiri yg rajin datang. Kadang2 kami hanya mendengarkan LIVE streaming dari radiopengajian. Kini DuoS sudah lewat usia 9 bulan, mudah2n sudah dapat diajak kerjasama dalam acara yg perlu duduk anteng 2 jam lebih ini :-)

Taksi pergi dengan uni Sha
Lagi-lagi Minggu pagi yang sejuk, 27 derajat suhu di luar. Mendung dan angin semilir mengiringi rinai gerimis jam 9 itu. Seperti kemarin, ada semangat kuat untuk SI perdana ini. Si kembar bangun agak telat krn telat tidur semalam. Keduanya makan dan mandi satu persatu, baru rapi mendekati jam 10. Pesan taksi, alhamdulillah kali ini cukup cepat dapatnya. Di jalan pun super laju karena orang-orang masih malas di minggu pagi mendung itu untuk keluar rumah. Kami tiba di KBRI dua puluh menit kemudian saat ustadz Hilman Rosyad siap memulai ceramahnya, alhamdulillaah. Mantap ceramah pagi itu, isinya maupun pembicaranya.




Adik Sh masih enjoy lekok
Kuasa silaturahim di hari Minggu pagi tsb telah mengalahkan segala kenikmatan sesaat yg memang terlintas di kepala: Buat apa susah payah ke KBRI hari libur yg dingin begini, lebih enak santai tokh bisa didengar dari rumah, anak-anak pun tak perlu khawatir sakit krn perubahan cuaca atau bercampur dgn ramai orang di mesjid, dll excuse yg bisa dibuat saat itu.

Alhamdulillah itu semua tak menjadi penghalang. Kami bisa menikmati siraman rohani dan kehangatan persaudaraan bertemu kembali dengan para sahabat yg sudah lama tak berjumpa muka. Pulang ke rumah empat jam kemudian dengan taksi yg melaju kencang seakan tak mau diguyur bakal hujan yg mengejar kami dari belakang sejak dari parkir taksi KBRI :-) DuoS tidur pulas dalam taksi dan tiba ke rumah kembali ceria. Sampai hari ini keduanya sehat-sehat saja sepulang SI perdana 2013 yg juga perdana bagi mereka tsb.

Kuasa silaturahim dan semesta pun mendukung !


Jan 17, 2013

Mati Gaya Era Telepon Pintar


Di sebuah malam, di sebuah pemukiman di luar Jakarta:
1->Mau nelpon, low batt.
2->Mau nginternet pakai tablet, pulsa habis.
3->Mau nelpon pakai telp umum, tak punya koin.

Seems familiar, de ja vu ?

Ketergantungan pada piranti komunikasi digital pada masa kini membuat situasi di atas bukan hal yang aneh. Mati gaya atau bisa jadi mati akal karena terputus hubungan dengan alat yang selama ini menjadi pegangan. Saking tergantungnya dengan piranti pintar (smartphone, tablet, laptop dsb) dapat membuat Anda batal bertemu dengan klien atau tak sengaja harus mungkir janji. Tiada satu pun yang dapat membantu karena kebetulan di dekat lokasi kejadian memang tak ada warung, penjual pulsa HP dan charger pun lupa dibawa :-( Lebih parah lagi nomor telp istri, anak, atau kawan karib pun tak ada dalam otak atau catatan kecil yang seharusnya siap sedia di ingatan/dompet/tas.

Kombinasi dari situasi di atas dapat bermacam-macam. Agar tak mati gaya, akal harus tetap jalan. Mgkn dapat dengan meminjam sebentar HP orang lain yg kebetulan berada di sana atau menumpang warung / restoran untuk mengisi ulang batere HP. Bisa juga naik bis/taxi menuju tempat keramaian terdekat dimana tersedia warung HP / telepon umum. Atau yg paling gampang, social venturing, tanya-tanya ke orang dekat sana utk tempat yg dicari misalnya.

Kadang tersedia telepon umum di dekat sana berarti tinggal cari warung / orang lain yang punya koin untuk ditukar. Namun timbul masalah lama, apakah Anda ingat nomor telpon yg harus dihubungi ? Itulah gunanya catatan  nomor telp penting yg harus ikut Anda kemana saja.

Sejauh ini solusi yang terpikir:
  • Bawa catatan nomor telp penting (sebaiknya hapal minimal 3 nomor)
  • Siap sedia batere penuh dan batere cadangan yang juga penuh (bila harus sering standby). Disiplin isi ulang ! Meski bbrp kali saya lihat orang bertamu yg begitu mudahnya minta izin pada tuan rumah untuk mengisi ulang batere :-)
  • Tulis / cetak di kertas: catatan alamat, cara menuju ke sana, peta, dari tempat yang akan dituju. Survey sebelum menuju TKP, ini pun perlu kedisiplinan ! Sangat berarti di saat tiga musibah di atas terjadi bersamaan.
Namun ada kalanya kurang persiapan atau apes krn pada situasi mendadak yang membuat persiapan yg biasa dilakukan di tas tak sempat dibuat.  Nah di sini perlu doa dan ikhtiar. Namanya nasib, takdirnya bertemu atau terpaksa pulang dengan tangan hampa :-)

Semoga akal sehat kita tak mati saat smartphone di tangan mati gaya !

What do we use Smartphone for ?

Mau Marah Kemana ?

Banyak warga Jakarta korban banjir kesal dengan ulah mereka yang tinggal di bantaran sungai (river bank). Dicurigai mereka lah yang membuang sampah langsung ke sungai tiap hari yg berakibat banjir di musim hujan. Mereka merusak dinding bantaran sungai dan membiarkan tanah/lumpur mengendap di sana. Pinggiran sungai menjadi dangkal dan bentang sungai pun menyempit karena sampah yg terperangkap, memunculkan undukan tanah baru yg konon bisa ditumbuhi pohon pisang :-)

Geram pastinya rumah terendam air atau terperangkap macet buatan banjir. Ingin order alat-alat berat untuk menggusur penduduk pinggir sungai saat ini juga. Bakar, robohkan, ratakan dengan buldoser dan ancam mereka yg mau kembali ke sana.

Tapi, mereka yang jadi korban di sekitar 30 lebih kecamatan di Jakarta tiada satupun yg berani mengusulkan itu, karena mereka pun sadar PUNYA andil besar dalam banjir tahunan ini. Seperti ?

  • Gemar buang sampah sembarangan meski tak langsung ke sungai
  • Tak sejengkal pun ruang hijau dibiarkan di sekitar rumah
  • Membiarkan selokan dekat rumah mampet (malas kerja bakti)
  • Membangun rumah/ruko tanpa peduli dapat meruntuhkan selokan yang ada
  • Menutup permanen bagian atas selokan agar mobil mereka bisa parkir
  • Membiarkan orang lain menyampah tanpa menegur atau memberikan solusi.

Mnrt saya itu saja daftar kesalahan (berulang-ulang) warga yg bukan penghuni bantaran sungai. Andaikan kita sadar bahaya nya sampah yg menimbulkan banjir atau genangan air kotor yg membawa penyakit, mungkin sudah layak kita perlakukan hukum jalanan (baca: gebuk di tempat) para pelaku buang sampah sembarangan layaknya seorang copet atau maling sandal. Seenaknya saja buang plastik gorengan dari dalam mobil yg melaju. Meninggalkan dengan sengaja koran-koran bekas alas sujud. Menyarap dengan santainya plastik-plastik bungkusan "sisa dagang" ke got/jalan di dalam pasar/kakilima/warung tenda dll. Sangat besar kerugian akibat air bah tsb !

Dimana salahnya ? Tambah banyak warga yg berpendidikan koq sampah makin banyak ?

*****

Untuk mendidik DuoS sejak dini (bahkan sebelum milad pertama), mereka sudah diperkenalkan dan alhamdulillah gemar sekali mendengarkan lagu TSP dari VCD Jagalah Hati.

T = Tahan buang sampah sembarangan
S = Simpan sampah pada tempatnya
P = Pungut sampah, insya Allah sedekah

TSP rumus kebersihan kita ... (lucu deh melihat kepala mereka angguk-angguk mengikuti irama lagu)

Namun kalau hanya sebatas himbauan pada lagu atau teori di dalam kelas yang didengar anak didik -- tanpa praktek langsung dibimbing guru, ortu, melihat contoh dlm keseharian -- maka kecil sekali manfaatnya. Rumus itu hanya jadi bingkai di dinding kelas dan banjir tetap hadir tiap tahun untuk mengingatkan. Apa bedanya warga Jakarta dan bayi kembar DuoS dalam menyikapi pesan dalam lagu TSP tsb ?

Lebih besar dari itu adalah pekerjaan rumah pemda. Manajemen sampah, limbah air, daerah resapan air, taman kota, penggundulan hutan, izin mendirikan bangunan adalah hal-hal besar yg tak mungkin diurus rakyat. Perlu masterplan, ketegasan, aksi nyata, dan pengawasan kontinu. Rakyat minta pada pemerintah dengan uang pajak yg sudah dibayar bertahun-tahun agar masalah ini teratasi atau lebih ringan.

  • Tegas menolak pemukiman warga di bantaran kali.
  • Mengawasi pendirian/renovasi bangunan yg perlu memikirkan saluran air, resapan air, dan tidak merusak SDA air tanah
  • Kordinasi lintas kabupaten/provinsi untuk membasmi pemukiman/bangunan yang mengacau ketentraman jalur air.
  • Membangun situ, taman kota, kanal banjir, memperbaiki gorong-gorong di dalam kota dan memastikan kontinuitas air sampai ke laut secepat mungkin.