May 14, 2015

Karena Ingin Ke Surga Bersama

Membesarkan, memelihara, dan membimbing anak itu tugas orang tua.

Dibimbing kemana ? Mulai kapan dibimbing ?
Secara teori, ikuti pedoman Rasulullah Saw dalam tiga tahapan pendidikan anak:

  1. Perlakukan anak sebagai raja (0 - 7 tahun).
    Temani dalam sendirinya, layani keperluannya, lindungi ketika takut nya, sampaikan hajat ingin tahu nya, shower him/her with love, kiss and hug ..., dan mulai tanamkan nilai-nilai keimanan lewat contoh dan tauladan yg konsisten,
  2. Perlakukan anak sebagai tentara (7 - 14 tahun)
    Mengenalkan disiplin, aturan DOs and DONTs (konsep akhlak Islami : respect, attitude, courtesy dan emphaty), shalat (konsep waktu, aurat, bersuci), adanya hukuman, ...
  3. Perlakukan anak sebagai sahabat (15 - 21 tahun)
    Orang tua siap menjadi tempat curhat pertama dan utama, anak merasa aman untuk berbagi keluhan/galau/rahasia dengan ortu nya dibandingkan kepada teman / orang lain, membicarakan mimpi atau ide masa depannya, ...

Selain itu hadits yg populer diriwayatkan al-Baihaqi dan ath-Thabarani dgn lafadz yg mirip dalam shahih Imam Muslim atau Imam Bukhari yang saya dengar sedari kecil dari Papa: “Setiap manusia dilahirkan ibunya di atas fitrah. Kedua orang tuanya yang menjadikannya Yahudi, Nasrani, atau Majusi.”. Artinya jangan menggiring cahaya mata untuk berafiliasi, mendukung, apalagi memeluk agama selain Islam. Bagi tiap orang tua yang ingin mendidik anak-anaknya hidup dlm suasana beragama, sesuai keimanan yg diyakini, akan merasakan beratnya perjuangan tsb di masa sekarang. Tak pandang ia beragama Islam atau keyakinan lain. Terjangan badai sekularisme, pluralisme, dan hedonisme telah banyak menelan korban dan belum ditemukan resep tunggal yang ampuh.

Ada yg mengungkapkan dilema dalam pengasuhan anak seperti di salahsatu situs yg saya baca:

"Wajarkah kita kenakan sedikit PAKSAAN agar anak dapat dipimpin atau digiring ke SYURGA? Atau kita biarkan saja anak kita membawa haluan mereka ke NERAKA asalkan mereka IKHLAS?".

Atau ada pula kawan yg menulis di status FB nya:

"Jika sejak mereka kecil, saya "memaksa" anak-anak saya untuk rajin beribadah, dan terus menakut-nakuti mereka betapa berdosanya jika tidak beribadah (menciptakan sebuah "trauma bermanfaat"); Dan sampai saya mati, bahkan sampai mereka mati, mereka terus rajin beribadah, namun sebenarnya mereka tidak pernah memperoleh kedamaian dan tidak pernah merasakan kebutuhan akan Tuhan. Apakah saya berhak untuk mati dengan tersenyum bangga dan menyandang gelar: Orang tua yg sukses mendidik anak-anaknya menjadi orang beriman ?".

Mengapa dunia saat ini semakin tak nyaman untuk membesarkan anak-anak dengan nilai agama ? Tantangan yg begitu besar antara konsep pengajaran yg cenderung membebaskan seorang anak bereksplorasi dengan segenap keingintahuannya dan adanya rambu/batas kebebasan yang bernama agama. Zaman saya dibesarkan 40 tahun yang lalu rasanya orang tua memiliki kekuasaan mutlak untuk mendidik tanpa harus bersaing dengan berpuluh kanal televisi, youtube, situs socmed, gadget (smartphone, pad/tab), dvd/vcd, ... dan berita dari luar sana rasanya " masih baik-baik" saja. Surat kabar / majalah masih dalam monitor ketat dari pemerintah sementara itu wartawan tak seliar/sekarang sekarang menulis dan membuat berita.

Orang tua dan anak sama- sama perlu DUIT (Doa Usaha Ikhtiar dan Tawakal). Hasilnya Allah Swt yg menentukan. Kejahilan yg menyebabkan seseorang terjerumus pada tindakan maksiat yang membawanya ke neraka adalah tidak sama dengan keikhlasan dia untuk masuk neraka. Karena ia jahil alias tidak tahu makanya perlu (atau harus) diberitahu. Sangat salah dan menunjukkan kelemahan sebagai seorang suami atau bapak jika membiarkan istri atau anak-anaknya berkubang di dalam lumpur kejahilan. Di akhirat kelak anggota-anggota keluarga ini akan menuntut pertanggungjawaban !

Sebagai muslim tuntutan mendidik anak ini menjadi semakin penting dengan tiga alasan berikut, sesuai yang diuraikan ustadz Dr. Agus Setiawan pada Saung Istiqamah Mei 2015 lalu:

  1. Kita ingin satu surga dengan pasangan, anak-anak dan cucu-cucu kita. Ini amat jelas dijanjikan Allah Swt dalam QS at Thur 21: "Dan orang-orang yang beriman, dan yang anak cucu mereka mengikuti mereka dalam keimanan, Kami hubungkan anak cucu mereka dengan mereka, dan Kami tiada mengurangi sedikitpun dari pahala amal mereka. Tiap-tiap manusia terikat dengan apa yang dikerjakannya."
  2. Anak-anak adalah investasi akhirat yang dpt meningkatkan pahala dan kemuliaan. Sesuai sabda Nabi Saw bahwa ada tiga amal jariah yg pahalanya terus mengalir kepada orang yang sudah meninggal: sadaqah jariyah, ilmu yg bermanfaat, dan anak yg shalih yg mendoakan pada orang tua nya. Usaha gigih orang tua yang membuat anaknya menjadi orang yg shalih menjadikan ini sumber pahala yg tak terputus.
  3. Mendapat kemuliaan di sisi Allah Swt di akhirat disebabkan istighfar dan doa anak-anaknya. Rasulullah bersabda,"Sesungguhnya Allah akan mengangkat derajat seorang hamba di syurga. Hamba itu berkata, "Wahai Allah, dari mana saya dapat kemuliaan ini?" Allah berkata "Karena istighfar anakmu untukmu." (HR.Ahmad dengan sanad hasan)

Sebuah fakta baru yg saya dengar adalah al-Quran memuat 17 dialog yg melibatkan anak: 2 dialog antar anak dengan ibunya, 14 dialog dengan ayah nya, dan 1 dialog tanpa dijelaskan dengan siapa. Ini menunjukkan bahwa peran AYAH dalam pembentukan karakter anak sangat penting dan bukan dominan porsi ibu yang selama ini umum diketahui.

Saksikan video nya sampai selesai. Sangat dianjurkan !



No comments:

Post a Comment